Profil Desa Manduraga
Ketahui informasi secara rinci Desa Manduraga mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Desa Manduraga, Kecamatan Kalimanah, merupakan pusat perdagangan strategis dan pelestari seni Ebeg yang bersemangat di Purbalingga. Dengan lokasi premium dan UMKM yang tangguh, desa ini memadukan denyut ekonomi modern dengan kekayaan budaya lokal.
-
Pusat Perdagangan dan Jasa
Berlokasi di jalur utama Purbalingga-Banyumas, Manduraga berkembang pesat sebagai pusat pertokoan, kuliner, dan jasa yang melayani kebutuhan regional.
-
Benteng Kesenian Ebeg
Desa ini merupakan basis bagi beberapa grup kesenian kuda lumping (Ebeg) ternama, menjadikannya salah satu kantong pelestarian budaya tradisional paling aktif di Purbalingga.
-
Ekonomi UMKM Dinamis
Selain perdagangan, perekonomian Manduraga ditopang oleh berbagai UMKM produktif, terutama di sektor pembuatan sangkar burung dan pengolahan makanan ringan.
Terletak di posisi premium di sepanjang jalan raya yang menghubungkan Purbalingga dengan Banyumas, Desa Manduraga menampilkan wajah sebuah desa yang bertransformasi menjadi pusat ekonomi urban yang sibuk. Sebagai bagian dari Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Manduraga bukan lagi sekadar wilayah pemukiman, melainkan sebuah etalase perdagangan dan jasa yang hidup, sekaligus benteng pertahanan bagi kesenian tradisional yang terus berdenyut di tengah arus modernisasi. Keunggulan lokasi dan semangat wirausaha warganya menjadikan Manduraga sebagai salah satu desa paling prospektif dan strategis di Purbalingga.
Secara geografis, Desa Manduraga menempati lahan seluas 93,73 hektar, menjadikannya salah satu desa dengan wilayah paling kompak di Kecamatan Kalimanah. Namun di atas lahan yang relatif terbatas ini, denyut kehidupan berdetak kencang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, desa ini dihuni oleh 4.399 jiwa. Angka ini menghasilkan tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, yakni sekitar 4.693 jiwa per kilometer persegi, yang mencerminkan karakter wilayah sebagai pusat aktivitas yang padat. Dengan kode pos 53371, Desa Manduraga secara administratif terbagi menjadi 3 Dusun, 4 Rukun Warga (RW) dan 21 Rukun Tetangga (RT), menopang tatanan masyarakat yang dinamis.
Jejak Sejarah dan Filosofi Nama "Manduraga"
Sejarah Desa Manduraga terikat erat dengan jejak dakwah dan pembentukan komunitas di masa lampau. Menurut cerita tutur yang diwariskan antar generasi, nama "Manduraga" berasal dari dua suku kata, yaitu "Mandura" dan "Raga". "Mandura" merujuk pada nama seorang tokoh penyebar agama Islam yang sangat disegani, yakni Syekh Mandura. Beliau diyakini sebagai salah satu ulama yang pertama kali membina komunitas dan menyebarkan ajaran Islam di wilayah tersebut.
Sementara itu, kata "Raga" dalam bahasa Jawa berarti badan atau jasad. Penggabungan kedua kata ini menjadi "Manduraga" mengandung makna filosofis yang mendalam, yaitu "jasad atau peninggalan Syekh Mandura". Penamaan ini merupakan bentuk penghormatan abadi dari masyarakat kepada sang tokoh pendiri. Makam Syekh Mandura hingga kini masih terawat dengan baik dan menjadi situs penting yang sering diziarahi oleh warga, berfungsi sebagai pengingat akan akar sejarah dan nilai-nilai spiritual yang membentuk desa tersebut.
Pemerintahan Desa dan Visi Pembangunan
Pemerintahan Desa Manduraga menjalankan roda administrasinya dengan visi untuk menyeimbangkan pembangunan infrastruktur fisik dengan pelestarian budaya dan penguatan ekonomi lokal. Para pemimpin desa secara turun-temurun menyadari bahwa kekuatan utama Manduraga terletak pada lokasi strategisnya dan potensi sumber daya manusianya. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil seringkali berfokus pada penataan ruang untuk mendukung kegiatan ekonomi serta memberikan ruang bagi ekspresi budaya masyarakat.
Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Slamet, berbagai program pemberdayaan terus digalakkan. "Kami berupaya agar pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalan utama bisa memberikan manfaat maksimal bagi warga asli Manduraga, sambil terus mendukung kelompok-kelompok kesenian agar tidak kehilangan panggung," ungkapnya dalam sebuah musyawarah desa. Komitmen ganda ini menunjukkan sebuah pendekatan pembangunan yang holistik, di mana kemajuan ekonomi tidak boleh menggerus identitas budaya. Melalui penataan PKL, pembinaan UMKM, dan fasilitasi bagi grup kesenian, pemerintah desa berupaya menciptakan ekosistem yang seimbang antara kemajuan dan tradisi.
Pilar Ekonomi: Dari Pertokoan Hingga Sangkar Burung
Aktivitas ekonomi di Desa Manduraga berdenyut kencang, didorong oleh lokasinya yang berada di jalur arteri utama. Perekonomiannya ditopang oleh tiga sektor utama: perdagangan dan jasa, industri rumahan (UMKM), dan pertanian.
Pusat Perdagangan dan Jasa di Jalur Utama
Wajah Desa Manduraga didominasi oleh deretan toko, ruko, dan berbagai usaha jasa yang membentang di sepanjang Jalan Jenderal Soedirman. Keberadaan pasar swalayan, toko kelontong, bengkel kendaraan, apotek, hingga beragam gerai kuliner menjadikan desa ini sebagai titik henti (stopover point) yang ramai. Warga dari desa-desa sekitar seringkali datang ke Manduraga untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka. Perkembangan pesat di sektor ini mengubah Manduraga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi kecil yang memberikan kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Desa (PADes) dan menciptakan banyak lapangan kerja di sektor jasa.
Geliat UMKM: Sangkar Burung dan Makanan Ringan
Di luar hiruk pikuk jalan utama, di lorong-lorong perkampungan, geliat industri rumahan tak kalah hidup. Salah satu potensi UMKM yang cukup menonjol di Desa Manduraga ialah kerajinan pembuatan sangkar burung. Sejumlah perajin dengan tekun memproduksi sangkar dengan berbagai model dan ukuran, yang kualitasnya diakui oleh para penghobi burung di Purbalingga dan sekitarnya. Kerajinan ini menjadi sumber pendapatan penting yang berbasis keahlian dan ketelatenan.
Selain itu, sektor pengolahan makanan ringan juga menjadi andalan ekonomi bagi banyak keluarga, terutama kaum ibu. Berbagai produk seperti keripik, kue kering, dan aneka jajanan pasar diproduksi dalam skala rumahan dan dipasarkan ke toko-toko sekitar serta pasar lokal. Keuletan para pelaku UMKM ini menjadi jaring pengaman ekonomi desa yang tangguh.
Manduraga sebagai Benteng Kesenian Ebeg
Di tengah derasnya arus modernisasi yang dibawa oleh lokasinya yang strategis, Desa Manduraga justru tampil sebagai salah satu benteng pertahanan paling kokoh untuk kesenian tradisional, khususnya Ebeg atau kuda lumping. Desa ini merupakan rumah bagi beberapa grup Ebeg ternama yang tidak hanya eksis, tetapi juga aktif menggelar pertunjukan dan melakukan regenerasi pemain.
Kesenian Ebeg di Manduraga bukan sekadar tontonan, melainkan bagian dari identitas dan napas kehidupan sosial. Dalam berbagai hajatan warga, mulai dari pernikahan hingga khitanan, pentas Ebeg menjadi hiburan yang ditunggu-tunggu. Para seniman Ebeg di desa ini mewarisi ilmu dan keterampilan menari secara turun-temurun. Mereka tidak hanya melestarikan gerakan tari yang otentik, tetapi juga menjaga unsur-unsur spiritual dan ritual yang menyertainya. Keberadaan grup-grup seperti "Wahyu Sekar Laras" dan lainnya menjadi bukti bahwa seni tradisi mampu bertahan dan bahkan berkembang di tengah perubahan zaman, memberikan warna budaya yang khas bagi Desa Manduraga.